Selasa, 03 Februari 2009

PKB Akan Tetap Jadi Parpol Besar




Senin, 19 Januari 2009 13:54
Oleh: Eman Hermawan
Saya termasuk orang yang yakin dan optimis bahwa Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) akan tetap menjadi partai besar pada Pemilu 2009 karena sudah teruji, baik secara politik, kultural, maupun struktural dengan penjelasan sebagai berikut:
A. Teruji secara politik
1. Meski diserang habis-habisan oleh Masyumi pada pemilu 1955, Partai NU tetap tampil sebagai pemenang ke-3. Harus diketahui bahwa NU punya saham yang sangat besar dalam pembentukan Masyumi. Namun, ibarat air susu dibalas air tubah, orang-orang NU malah dikhianati oleh orang-orang Masyumi. Akibatnya, NU kemudian menyatakan keluar dari Partai Masyumi dan memilih menjadi Partai NU pada tahun 1952. Dalam waktu yang tergolong singkat karena baru didirikan 3 tahun sebelum pemilu 1955, Partai NU ternyata sukses memosisikan diri di atas Partai Komunis Indonesia (PKI) yang saat itu menempati posisi ke-4.
2. Meski dilumpuhkan oleh Golongan Karya (Golkar) dan tentara pada pemilu 1971, Partai NU ternyata berhasil menjadi pemenang ke-2. Bukan rahasia lagi, sejak rezim Orde Lama Soekarno lengser pada tahun 1966 dan digantikan rezim Orde Baru Soeharto, praktis semua kekuatan politik selain Golkar dan tentara dikerdilkan. Golkar dan tentara adalah tiang penyangga Orde Baru yang dianak-emaskan Soeharto. Sementara, kekuatan politik yang lainnya seperti Partai NU dianak-tirikan bahkan sengaja dihalang-halangi untuk tumbuh besar. Meskipun begitu, kebesaran Partai NU tak terbendung.
3. Meski tergolong bayi mengingat baru dilahirkan pada tanggal 23 Juli 1998 oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan kiai-kiai khos NU, PKB berhasil menjadi partai baru yang paling sukses pada pemilu 1999. Pada pemilu 1999 itu, PKB mampu menjadi pemenang pertama di lingkungan partai-partai baru serta sebagai pemenang ke-3 setelah PDIP dan Golkar. Hal ini terjadi berkat kebersamaan antara NU dan PKB yang bekerja sama dengan baik sebagaimana juga terlihat saat ini.
4. Meski sudah digembosi lewat PKB Batutulis serta kasus reposisi Alwi Shihab dan Saifullah Yusuf, PKB masih tetap bertahan sebagai pemenang ke-3 pada pemilu 2004. Penggembosan sebagaimana dimaksud di atas tidak banyak berpengaruh terhadap perolehan suara PKB pada pemilu 2004 karena karakter para pemilih PKB yang sangat loyal dan ideologis. Katakanlah, mati-hidup mereka ikut PKB. Dengan begitu, pada pemilu 2009 ini, perolehan suara PKB tetap akan besar bahkan diperkirakan akan meningkat. Peningkatan perolehan suara PKB pada pemilu 2009 nanti bukanlah hal yang mustahil karena selain mempunyai basis massa yang loyal dan ideologis di pulau Jawa, PKB juga punya kader-kader muda yang giat bekerja dan bergandengan tangan bersama NU serta para kiai.
B. Teruji secara kultural
1. Meski diserang secara terus menerus dengan stigma Islam yang menyimpang dan terbelakang, penuh syirik, tahayul, bid’ah, dan churafat pada akhir abad ke-19, NU tetap kokoh sampai hari ini. Bahkan, sejumlah hasil survei lembaga independen menyebutkan bahwa orang yang mengaku NU jauh lebih besar jumlahnya daripada Muhammadiyah. Stigma semacam itu hanyalah akal-akalan pihak-pihak yang berkeinginan “memurnikan Islam Indonesia” dari tradisi luhur yang dilestarikan orang-orang NU. Padahal, tradisi merupakan kekayaan bangsa dan keistimewaan Islam Indonesia yang telah mengundang daya tarik peneliti-peneliti, baik dalam maupun luar negeri, untuk mengkajinya. Jadi, sangat tidak berdasar stigma semacam itu, sehingga tak heran jika tradisi masih tetap lestari sampai sekarang. Itulah kenapa NU tetap kokoh menjadi ormas terbesar dan tersebar di Indonesia.
2. Meski mendapat ketidakadilan dan diskriminasi oleh kebijakan politik etis pada awal abad ke-20, di mana para santri tidak boleh masuk pendidikan formal, NU tetap hidup hingga kini. Dengan tidak diperbolehkannya para santri menikmati bangku pendidikan formal, NU justru beruntung karena sebenarnya pendidikan yang diberikan Belanda lewat politik etisnya diarahkan untuk sebesar-besarnya kepentingan Belanda. Tak sebatas itu, pendidikan formal yang berijazah dan berorientasi kerja semata yang mulai diperkenalkan di era politik etis tersebut ternyata telah membuat dunia pendidikan Indonesia terpuruk karena paradigma (kaca mata) pendidikan dalam politik etis dibangun di atas filsafat positivisme yang tidak percaya kepada sesuatu yang tidak terlihat mata. Dengan begitu, menjadi terang-benderang bahwa atheisme dan komunisme dilahirkan dari rahim pendidikan formal. Dilarangnya para santri mengeyam pendidikan formal kala itu telah menyelamatkan pendidikan pesantren dari keterpurukan.
C. Teruji secara struktural
1. Meski dihajar habis oleh kebijakan Moh. Hatta melalui program Restrukturisasi dan Rasionalisasi Tentara pada tahun 1948, toh sampai hari ini NU tidak mati-mati juga. Kebijakan Restrukturisasi dan Rasionaliasi Tentara merupakan upaya terencana dan sistematis untuk menyingkirkan para pejuang dan laskar NU seperti Laskar Hisbullah dan Sabilillah yang mati-matian meraih kemerdekaan dan mempertahannya. Syarat-syarat untuk menjadi Tentara Nasional Indonesia dipersulit, sehingga para pejuang dan laskar NU yang umumnya tidak pernah sekolah formal dan atau tidak punya pengalaman pendidikan formal kemiliteran tidak bisa menjadi tentara. Itulah kenapa NU tidak pernah memiliki Jenderal. Hanya saja, kenyataan yang demikian tidak membuat NU mati. NU tetap hidup sepanjang masa karena mampu meletakkan upaya peminggiran terhadap NU sebagai energi.
2. Meski dihantam oleh politik pembangunan Orde Baru, di mana para petani di desa dipaksa mensubsidi orang kaya di kota lewat produk-produk pertanian yang murah, tapi warga NU tidak pernah menyerah dan putus asa. Memang, politik pembangunan ala rezim Orde Baru pimpinan Soeharto bertujuan untuk menyingkirkan para petani yang hampir semuanya adalah warga NU ke pinggir. Namun demikian, berkat kuatnya sikap pantang menyerah di bawah tekanan Orde Baru yang akhirnya runtuh pada tanggal 21 Mei 1998 tersebut, warga NU membuktikan bisa tegak-berdiri hingga detik ini.
3. Meski dikebiri lewat kebijakan fusi partai-partai Islam yang memaksa Partai NU menjadi penopang utama berdirinya Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pada tahun 1973 dan taktik “massa mengambang” khas Orde Baru yang digagas oleh Ali Moertopo yang mendesak warga nahdliyin di desa-desa bersikap pasif dalam politik, tapi NU tetap tegak kokoh berdiri.
Dari sini nampak jelas bahwa sesungguhnya NU punya titik PERTAHANAN dan PERTUMBUHAN yang sangat kokoh dan tidak mudah diruntuhkan, baik secara struktural maupun kultural. Tinggal PKB bersama NU yang akan merawat dan mengembangkannya. Itulah modal dasar PKB sebagai partai politik yang telah dilahirkan NU. Dengan ditinggal tidur pun, PKB tetap akan punya suara besar.
Meskipun begitu, manusia tetap diwajibkan berusaha atau ikhtiar seperti yang sudah dicontohkan KH Wahab Chasbullah tatkala beliau pulang ke rumahnya di lingkungan pesantren Tambak Beras. Saat itu, KH Wahab Chasbullah mendapati jendera rumahnya dibiarkan terbuka begitu saja. Melihat jendela rumahnya terbuka, KH Wahab Chasbullah buru-buru menutupnya sambil berkata “di sini memang dijamin tidak ada pencuri yang berani masuk, tapi sebagai manusia, kita wajib bertawakal.” Meneladani sikap KH Wahab Chasbullah tersebut, maka sudah pasti kita wajib menjaga rumah politik kita yang bernama PKB untuk tetap menjadi partai besar yang akan mendedikasikan seluruh kerja kerasnya demi tercapainya kualitas hidup warga NU dan masyarakat Indonesia. Sedia payung sebelum hujan adalah pilihan yang bijak. []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar